Sebuah predikat kadangkala meninabobokkan penyandangnya
sehingga dia merasa sangat nyaman dengan kondisi sekarang. Toh sudah disebut pahlawan, jadi cukuplah dengan kondisi yang ada.
Sekalipun tidak sepenuhnya benar, namun jika kondisi ini dibiarkan dia akan tertinggal jaman. Ada
sementara pendapat bahwa jangankan mengubah penghasilan, merubah nasibnya sendiri
saja guru tak akan mampu. Benarkah demikian?
Jawaban sebenarnya terletak pada diri sendiri. Jika ingin
menjadi guru yang dirindukan kehadirannya maka berubahlah menjadi lebih baik. Sebaliknya
jika tidak mau berubah maka bersiaplah ketidakhadirannya justru dirindukan
siswa. Siapa yang mampu mengubah keadaan? Tidak lain adalah dirinya sendiri (Ar
Ra’du: 11).
Ayo Berubah
Coba sebut profesi yang menjadi jawaban ketika seorang anak
ditanya cita-citanya kelak. Pasti mereka menjawab dokter, insinyur, banker dan
profesi ‘makmur’ lainnya. Jarang yang menyebut guru. Mengapa demikian? Mereka
merasa keren dengan menyebut profesi
itu sebagai cita-citanya. Kalau dalam bahasa orang dewasa, profesi tersebut
memiliki gengsi karena profesionalitas dan gajinya. Profesi tersebut memiliki
profesionalitas yang tinggi karena tidak dapat dikerjakan oleh orang yang
berprofesi lain. Pekerjaan dokter tentu tidak dapat digantikan oleh seorang
insinyur, demikian seterusnya.
Saking tidak diminatinya, guru pernah menjadi predikat untuk
menakut-nakuti anak perawan. Seorang ayah yang kehabisan akal menasehati anak
gadisnya akan mengakhiri khutbahnya dengan mengatakan “nanti ayah kawinkan
engkau dengan seorang guru”. Maka si gadis itupun segera mengubah sikapnya
menjadi baik.
Namun demikian aku pernah berbangga atas jawaban seorang
muridku saat kutanyakan cita-citanya kelak. Katanya, “Saya ingin menjadi guru seperti Bunda”. Aku penasaran, segera
kutanya dia, “Kenapa nak?”. Diapun
menjawab lirih, “Ingin jadi guru yang
cantik seperti Bunda”. Alamaakk…subhanallah…
dia sudah merasa cantik.
Kenyataan-tetaplah kenyataan. Pada akhir tahun 60-an
siapapun bisa menjadi guru. Tentara yang sedang bertugas di daerah terpencil
bisa menjadi guru. Seseorang yang hanya tamat SLTApun bisa menjadi guru. Di
sini ciri profesionalitas guru tidak terlihat, karena dapat dikerjakan oleh
profesi lain.
Pada era dimana guru merupakan sebuah jabatan profesi maka
seyogyanya keahlian seorang guru melekat dan khas. Kemampuan yang dimilikinya
hanya dapat dikerjakan oleh pemilik profesi tersebut dan ada perbedaan saat
dilakukan oleh orang lain. Sekaranglah era itu.
Janganlah merasa cukup dan nyaman dengan kemampuan Anda
sebagai guru saat ini. Kemampuan yang ada saat ini akan tidak berguna di masa
mendatang. Maka jika ingin diterima sebagai guru di masa mendatang segeralah
berubah. Keluarlah dari kotak yang selama ini melingkupi Anda. Go out of the box. Dale Carnegie mengatakan “hendaklah
pikiran anda selalu terbuka terhadap perubahan, sambut dan rangkullah dia. Hanya
dengan manjadi sahabatnya anda akan memperoleh kemajuan”.
Diakui bahwa untuk berubah membutuhkan keyakinan dan hati
yang kuat. Akupun demikian. Terinspirasi dari buku “Panggil Saja Aku Ayah”, akupun mulai mengubah diriku. Suatu saat
aku katakan pada murid-muridku di SD tempatku mengajar, “Nak, mulai sekarang panggil bu Evi dengan bunda Evi”. Sontak
mereka berteriak “Bundaa…”. Terasa ada getaran aneh saat mereka panggil diriku “Bunda”.
Getaran yang semakin mendekatkan hatiku ke hati mereka. Mereka terasa lebih
dekat dan akrab denganku. Akhirnya panggilan itu menyebar dari mulut ke mulut,
dari kelas ke kelas.
Ayolah dekatkan hati kita ke hati mereka. Beranikah Anda
merubah penampilan Anda dihadapan murid. Beranikan Anda merapikan kumis Anda
yang awut-awutan yang selama ini menjadi simbol kewibawaan Anda. Beranikan
tersenyum kepada murid-murid yang Anda anggap bandel? Biarkan mereka panggil Anda dengan panggilan "Ayah" atau "Bunda". Berubah…pasti bisa!
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar